Minggu, 03 April 2011

Adakah ruang kosong untuk air?

oleh: Dr. Eng. Supriyanto, M.Si
Staf pengajar Departemen Fisika, FMIPA-UI

Pendahuluan: rongga-rongga antar batuan
Setelah mengetahui secara umum gambaran perjalanan air hujan pada tulisan sebelumnya, Sekarang mari kita telaah lebih dalam lagi fenomena resapan air khususnya tentang bagaimana air hujan bisa meresap ke dalam tanah. Gambar berikut ini memperlihatkan situasi bawah permukaan yang didominasi air tanah dan ditandai warna biru. Di atasnya terdapat zona atau lapisan yang didominasi ruang kosong (udara).
 

Gambar berikutnya memperlihatkan bentuk mikroskopis keberadaan air tanah di dalam rongga-rongga kecil antar butiran tanah.
 
Rongga-rongga kecil tersebut dinamakan pori-pori tanah. Jika rongga-rongga atau pori-pori tersebut saling berhubungan satu sama lain maka air tanah dapat bergerak di antara butir-butir batuan. Lapisan tanah seperti ini dikatakan memiliki sifat permeabel yang baik. Jadi gampangnya, lapisan permeabel adalah lapisan tanah yang didalamnya memungkinkan bagi air untuk bergerak secara leluasa, baik itu bergerak vertikal dari atas ke bawah pada saat meresap, atau bergerak secara horisontal.
 
Gambar di atas memperlihatkan bentuk mikroskopis keberadaan rongga-rongga kosong diantara butiran tanah. Namun sebenarnya rongga tersebut tidak benar-benar kosong, melainkan ia berisi udara.
Tanah yang ditumbuhi oleh rerumputan dan tumbuh-tumbuhan memiliki lebih banyak rongga dan pori-pori terbuka dipermukaannya dibandingkan tanah yang sudah tertutup bangunan dan aspal jalan raya. Itulah sebabnya bila turun hujan, air hujan bisa meresap ke bawah tanah dengan mudah dan cepat. Suatu kawasan dimana air hujan mudah meresap ke bawah tanah disebut kawasan resapan air atau disebut juga kawasan konservasi air.

Hanya rongga kosong yang bisa menampung air
Sekarang saya ajak anda untuk mengamati lebih detil tentang suatu syarat yang harus dipenuhi agar air hujan bisa meresap ke bawah tanah. Jadi begini, air hujan yang pada mulanya jatuh di atas permukaan tanah, ia bisa meresap ke bawah tanah jika dan hanya jika lapisan tanah di bawah permukaan tanah masih menyisakan rongga-rongga dan pori-pori yang masih kosong. Sebaliknya, jika rongga-rongga dan pori-pori dibawah sana sudah terisi penuh oleh air tanah yang sebelumnya sudah ada, maka air dari permukaan tidak bisa turun ke bawah. Coba anda perhatikan gambar ini dengan seksama.

Fokuskan perhatian anda ke kawasan dataran tinggi, apakah anda menemukan lapisan bawah tanah yang masih menyisakan rongga dan pori kosong? Ya.. jelas ada, lapisan itu ada di atas water table. Sekarang silakan anda alihkan fokus anda ke bawah sungai itu. Apakah anda melihat lapisan tanah yang berisi rongga dan pori kosong di bawah sungai? Jawabannya pasti tidak.
Walaupun tidak digambar disini, lingkungan danau dan situ tidak berbeda sama sekali dengan sungai, yaitu di bawahnya sama-sama tidak memiliki rongga/pori kosong lagi. Lalu apa mungkin lingkungan sungai, danau dan situ mampu menyerap air ke bawah tanah?
Silakan perhatikan gambar yang dibawah ini.

Ia menggambarkan kondisi bawah tanah pada musim penghujan. Silakan anda bandingkan dengan gambar yang atas tadi. Anda akan temukan sedikit perbedaan saja yaitu ketebalan lapisan tanah yang berisi rongga/pori kosong semakin mengecil atau menipis. Apa maknanya? Mengapa itu bisa terjadi? Sangat jelas sekali, air hujan yang jatuh dipermukaan tanah ia akan segera turun ke bawah mengisi rongga/pori kosong sehingga ketebalan lapisan rongga/pori kosong menjadi menipis. Permukaan air di sumur-sumur penduduk akan semakin meninggi mendekati permukaan tanah.
Sebaliknya, air hujan di lingkungan sungai mengakibatkan air sungai meluap. Tahukah anda kenapa air itu bisa meluap? Ya tentu saja karena air hujan tidak mungkin lagi meresap ke bawah tanah lantaran memang tidak ada lagi lapisan rongga/pori kosong dibawah sungai. Hal yang sama terjadi pula di kawasan danau dan situ. Dipastikan air danau dan situ akan meluap ketika turun hujan.
Kalau mengacu pada logika dan model di atas, apa mungkin program rehabilitasi sungai dan situ-situ yang menelan dana milyaran rupiah bisa menyulap lingkungan danau, situ dan sungai menjadi mampu meresapkan air dan akhirnya bisa menanggulangi banjir secara signifikan? Imposible, kecuali ada logika yang lain yang dalam hal ini atau saat ini terus terang saya belum tahu.

Penutup: kawasan konservasi 
Saya ingin tegaskan sekali lagi bahwa keberadaan rongga kosong tersebut berikut volumenya sangat penting sekali karena ia akan menentukan efektifitas peresapan air hujan. Banyak sedikitnya air hujan yang bisa diserap tergantung dari ukuran volume efektif seluruh rongga-rongga kosong yang tersedia. Suatu kawasan yang memiliki volume rongga kosong yang sangat besar disebut kawasan resapan air atau disebut juga kawasan konservasi air. Kawasan tersebut memiliki potensi untuk meresapkan air ke bawah tanah dalam jumlah besar jika dan hanya jika rongga-rongga dan pori-pori tanah dari permukaan tanah sampai bawah tidak ditutupi oleh bangunan-bangunan, pluran semen dan aspal jalan raya yang mencirikan kawasan hunian perkotaan.
Jadi seandainya Pemkot Depok tetap keukeuh untuk merealisasikan rencana penumbuhan kota baru di tiga kawasan konservasi air yaitu Limo, Sawangan dan Cimanggis, maka itu sama saja dengan memberikan mandat kepada banjir untuk menenggelamkan Jakarta lebih dahsyat dari banjir tahun ini.

* Sumber :http://taman.blogsome.com/ *  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar